BELAJAR DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN DENGAN SIAPA SAJA.

Carousel

Rabu, 06 September 2017

MILENIAL & PERMASALAHANNYA

Dayu Laras & Lutfhia
Milenial, mungkin tidak asing lagi di telinga masyarakat luas, namun apakah semua orang mengetahuia siapakah yang selalu disebut milenial? Menurut para ahli generasi milenial adalah orang-orang yang lahir diantara tahun 1980-2000 yang biasa juga disebut dengan generasi (Y) kalau yang di atas tahun 2000 disebut apa?? kalau ada yang tau jawab ajah di bawah.                                                                
Milenial dalam mengatasi masalah (The Power of Problem Solving)                               Kalau masalah pasti nggak jauh-jauh dari pertanyaan apa (what) siapa (Who) kapan (When) dimana (Where) mengapa (why) dan bagaimana (How). guru kite mah sering bilang 5W+1H. ada yang masih ingat pelajaran SMPnya?                                          
Salah satu hasil penelitian menyebutkan para generasi milenial kurang dapat (jangan baper ya bukan tidak mampu) produktif bila dijauhkan dari perangkat teknologi yang ada. saya sepakat dengan hal ini karna untuk mendapatkan sebuah penemuan/teori/usaha dibutuhkan sebuah masalah dan untuk mendapatkan sebuah masalah teknologi lah yang bermain, dimana semua rus informasi public maupun personal tersedia dan bisa di akses hanya menggunakan jari. nggak percaya anak muda sekarang kreatif-kreatif tuh contohnya diatas Dayu Laras & Lutfhia yang berhasil menciptakan alat pendeteksi boraks pada makanan. jadi kita cukup beli tusuk gigi mereka kita bisa deteksi boraksnya, kebayang kan manfaatnya. kok dia bisa kefikiran untuk buat alat tersebut, pasti mereka lihat di tv maupun kalau makanan sekarang banyak mengandung boreks yang membahayakan kesehatan kita makanya diciptainlah alat tersebut. barangnya kecil kan tapi manfaatnya gede walaupun belum sebaik alat-alat dari doraemon.                                                                                      
Sekarang kita lanjut ke inti pembahasannya masalah pada generasi milenial apa sih permasalahnnya , yang pertama kurangnya sopan santun, keinginan dan motivasi belajar yang kurang, malas membaca, melakukan kejahatan, seks bebas/pergaulan bebas, terkungkung dengan budaya instan. tapi ini hanya sebagian kecil dari permasalahan sebenarnya dan tidak semua generasi milenial lakukan hal ini kok hanya "OKNUM" ... hahahaha buktinya aku nggak kok.. just share Thank you







Share:

Minggu, 26 Februari 2017

Perang Amerika (American War 1774)

                           PERANG AMERIKA 1774


⦁    Latar Belakang 
Selama abad ke-18, koloni Amerika Utara Inggris yang semakin matang tidak bisa dicegah untuk membentuk identitas tersendiri. mereka berkembang pesat dalam kekuatan ekonomi dan pencapaian budaya; hampir semua memiliki pengalaman panjang dalam pemerintahan otonomi. Pada 1760-an total populasi mereka melebihi 1.500.000 orang, peningkatan enam kali lipat sejak 1700. meski demikian, Inggris dan Amerika baru memulai pemisahan secara terbuka pada 1763, satu se- tengah abad lebih setelah pendirian pemukiman permanen pertama di jamestown, Virginia.
Perang Revolusi Amerika Serikat (1774–1783), Perang Kemerdekaan Amerika Serikat, atau Perang Revolusi saja di Amerika Serikat, berawal sebagai sebuah perang antara Kerajaan Britania Raya dan Amerika Serikat yang baru berdiri, namun perlahan menjadi perang global antara Britania di satu sisi dan Amerika Serikat, Perancis, Belanda, dan Spanyol di sisi lainnya. Perang ini dimenangkan oleh Amerika Serikat dengan hasil yang bercampur dengan kekuatan lainnya.
⦁    Rumusan Masalah 
⦁    Apakah latar belakang terjadinya perang kemerdekaan Amerika ?
⦁    Bagaimanakah proses berlangsungnya perang kemerdekaan Amerika ?
⦁    Bagaimanakah akhir dari perang kemerdekan Anamerika ? 
⦁    Tujuan 
⦁    Menegetuahui  latar belakang terjadinya perang kemerdekaan Amerika 
⦁    Menegetuahui proses berlangsungnya perang kemerdekaan Amerika 
⦁    Menegetuahui akhir dari perang kemerdekan Anamerika 
BAB II
PEMBAHASAN
⦁    Latar Belakang Terjadinya Perang Kemerdekaan Amerika.
Pada 1760-an total populasi mereka melebihi 1.500.000 orang, peningkatan enam kali lipat sejak 1700. Aspek ini tentu berdampak terhadap motivasi masyarakat koloni untuk berjuang dalam rangka memperjuangkan hak-haknya. Adanya jumlah orang yang banyak, artinya berpotensi untuk memaksimalkan mobilisasi massa. Hal itu merupakan salah satu penyebab terjadinya keinginan Amerika untuk memerdekakan diri dari negara induknya yaitu Ingris. Secara garis besar dapat ditarik bahwa penyebab terjadinya perang kemerdekaan Amerika yaitu;
⦁    Jajahan Ingris di Amerika tidak didirikan oleh pemerintah Inggris, tetapi diciptakan oleh pelarian pelarian agama yang tidak tahan hidup tertekan di Inggris karena agamanya dilarang pemerintah. Mereka keluar dari Inggris untuk mencari kebebesan untuk hidup dan mendarat di Amerika. Yang terkenal diantaranya ialah : The Pligrimfather yang mendarat 1620, dengan kapal Mayflower dan mendirikan Massachusetts. Orang Amerika sekarang menganggap the Pligrimfather ini sebagai pendiri-pendiri Amerika. 
Karena itu, Maka orang-orang Amerika sangat mencintai kebebasan dan kemerdekaan. Tetapi inggris mengganggap Amerika itu sebagai tanah jajahan dalam arti kata yang kolot. 
⦁    Inggris memerintahkan, bahwa hasil bumi Amerika ( tembakau, gula, kapas) hanya boleh dijual kepada Inggris dan Amerika hanya diperbolehkan membeli barang barang kiebutuhannya dari Inggris saja. Dengan ini harga dapat dipermainkan oleh Inggris. Orang-orang Amerika yang menganut faham kebebasan, juga dalam perdagangan, menentang aturan Inggris itu. 
⦁    Inggris yang butuh uang untuk mengisi kas negeri yang kosong karena biaya perang tujuh tahun (1756-1763) memaksa Amerika juga untuk membayar pajak yang berat, karena perang tujuh tahun itu juga berarti perluasan wilayah dan perlindungan bagi Amerika. Amerika mau membayar pajak asal Amerika mendapat perwakilan di parlemen Inggris No Taxation Withot Representation” dijawab mereka kepada Inggris. Tetapi Inggris (Raja George III) memaksanya dan suasana menjadi tegang. 
⦁    Sebab Khusus: Kapal teh di Boston 
Pada tahun 1774 berlabuhlah di Boston tiga kapal Inggris yang memuat teh untuk Amerika. Atas teh ini Amerika harus membayar pajak juga kepada Inggris. Orang Amerika tidak mau menerima karena harus membayar pajak itu. Pada malam hari orang-orang Amerika menyamar sebagai orang Indian dan melemparkan teh-teh itu kedalam laut. Inggris marah dan menghukum Boston. Orang Amerika lainnya membela Boston dan pecahlah perang antara Inggris dan jajahannya di Amerika (1774) yang dipimpin oleh George Washington.
⦁    Jalannya Perang Kemerdekaan Amerika
Jendral thomas Gage, lelaki Inggris yang ramah dengan istri yang lahir di Amerika, memimpin garnisun di Boston, tempat aktivitas politik hampir seluruhnya menggantikan kegiatan perniagaan. tugas utama Gage di koloni adalah menegakkan UU Disipliner. ketika mendengar kabar bahwa warga koloni massachusetts mengumpulkan mesiu dan perleng- kapan militer di kota Concord, 32 kilometer jauhnya dari sana, Gage mengirimkan pasukan kecil yang kuat untuk menyita persediaan tersebut. Setelah semalaman berjalan, serdadu Inggris tiba di desa Lexington pada 19 April 1775  dan  melihat gerombolan menyeramkan.
Minuteman dinamakan demikian karena dikabarkan mereka siap untuk berperang dalam semenit di antara kabut pagi. Para ‘Minuteman’ bermaksud melakukan protes se- cara diam-diam, tetapi mayor john Pitcairn, pemimpin serdadu Inggris, berteriak, “Bubarlah, kalian pem- berontak terkutuk! kalian anjing, berlarilah!” Pemimpin ‘Minute- men’, kapten john Parker, me- nyuruh serdadunya supaya jangan menembak kecuali ditembaki ter- lebih dulu. kubu Amerika sedang mundur ketika seseorang menembak, yang menyebabkan serdadu Inggris menembaki ‘Minutemen’. Serdadu Inggris kemudian merangsek maju menggunakan bayonet, mengaki- batkan delapan orang meninggal dan sepuluh orang terluka. Dalam frase yang sering dikutip oleh pu- jangga abad 19, ralph Waldo emerson, ini adalah “tembakan yang terdengar di seluruh dunia.” Serdadu Inggris terus mendesak ke Concord. Warga Amerika telah mengambil hampir semua perse- diaan dan menghancurkan apa pun yang tertinggal. Sementara itu, tentara Amerika di pedesaan dimobilisasi untuk mengusik orang Inggris sepanjang perjalanan mereka kembali ke Boston. Di sepanjang jalan, di balik tem- bok batu, bukit kecil, dan rumah, milisi dari “setiap desa dan peter- nakan middlesex” membuat tar- get dari rompi merah terang yang dikenakan tentara Inggris. ketika pasukan Gage yang kelelahan ter- huyung-huyung memasuki Boston, 
250 orang meninggal dan terluka. Pihak Amerika kehilangan 93 orang. kongres kontinental kedua diada- kan di Philadelphia, Pennsylvania pada 10 mei. kongres memilih untuk berperang, melantik milisi kolonial sebagai serdadu kontinental. kongres menunjuk kolonel George Washing- ton dari Virginia sebagai komandan pada 15 juni. Dalam dua hari, telah banyak jatuh korban di kubu Ameri- ka di Bunker hill, tidak jauh dari Boston. kongres juga memerin- tahkan ekspedisi Amerika ber- gerak ke utara menuju kanada begitu musim gugur tiba. Setelah merebut montreal, mereka ga- gal melakukan penyerangan pada musim dingin di Quebec, dan akhirnya mundur ke New York. Walaupun pecah konflik ber- senjata, ide untuk memisahkan diri secara keseluruhan dari Inggris masih ditentang banyak anggota kongres kontinental. Pada bulan juli, mereka membuat Petisi Perda- maian (The Olive Branch Petition) yang memohon pada raja untuk mencegah aksi-aksi kekerasan lebih lanjut hingga mereka dapat meng- hasilkan beberapa perjanjian. raja George menolaknya, dan pada 23 Agustus 1775 malah memproklamir- kan pemberontakan yang dilakukan oleh koloni. Inggris raya menginginkan ke- setiaan koloni Selatan, sebagian karena keyakinan mereka atas perbudakan. Banyak koloni Se- latan yang takut bahwa pemberon- takan melawan negara induk dapat memicu pemberontakan budak. 
November 1775, Lord Dunmore, gubernur Virginia, mencoba mere- dam ketakutan itu dengan menawar- kan kebebasan bagi para budak yang ingin berperang bagi Inggris. Alih- alih, pernyataannya mendorong warga Virginia, yang awalnya tetap memilih sebagai kaum Loyalis, un- tuk mendukung pemberontakan.
Gubernur North Carolina, josiah martin, juga mengimbau warganya untuk tetap setia pada kerajaan. ketika 1.500 orang menjawab panggilan martin, mereka dikalahkan oleh tentara revolusioner sebelum ten- tara Inggris bisa tiba di sana untuk memberikan bantuan. kapal perang Inggris terus berdatangan ke lepas pantai Charleston, South Carolina, dan menyerang kota pada awal juni 1776. tetapi South Carolina punya waktu untuk mempersiapkan diri, dan berhasil memukul mundur pa- sukan Inggris pada akhir bulan. Pa- sukan Inggris tidak kembali ke Se- latan hingga lebih dari dua tahun setelahnya. 
⦁    Akal Sehat Dan Kemerdekaan 
Pada januari 1776, thomas Paine, teoris politik radikal dan penulis yang datang ke Amerika dari Inggris pada 1774, mempublikasikan risalah 50 halaman berjudul Common Sense (Akal Sehat) yang terjual 100.000 kopi dalam tiga bulan. Paine meny- erang gagasan tentang monarki ber- dasarkan warisan, dan menyatakan satu orang jujur lebih berarti bagi masyarakat daripada “seluruh pen-jahat bermahkota yang pernah hidup.
” Ia memaparkan alternatif- nyaterus menyerah pada raja ti- ran dan pemerintahan usang, atau bebas dan bahagia sebagai republik yang merdeka dan mandiri. karena beredar di seluruh koloni, Com- mon Sense membantu pengambilan keputusan untuk merdeka. Namun masih ada tugas men- dapatkan persetujuan setiap koloni untuk mengadakan deklarasi secara formal. Pada 7 juni, richard henry Lee dari Virginia mengajukan re- solusi dalam kongres kontinental kedua, yang menyatakan, “Bahwa koloni Bersatu memang berhak men- jadi negara yang bebas dan merdeka. ...” Segera setelahnya, komite yang ter- diri atas lima orang, dikepalai thom- as jefferson dari Virginia, ditunjuk untuk menyusun rancangan doku- men pengambilan suara. Secara garis besar hasil karya jefferson, Deklarasi kemerdekaan, yang disahkan pada 4 juli 1776, ti- dak hanya mengumumkan lahirnya negara baru, tetapi juga memapar- kan filosofi tentang kebebasan ma- nusia yang akan menjadi kekuatan dinamis di seluruh dunia. Dekla- rasi ini diambil dari filosofi politik Pencerahan Perancis dan Inggris, tetapi pengaruh yang paling me- nonjol adalah Second Treatise on Government karya john Locke. Locke mengambil konsep hak tradisional orang Inggris dan me- ngubahnya menjadi hak asasi manusia yang bersifat universal.  
kalimat pembuka Deklarasi menggaungkan teori kontrak sosial pemerintahan Locke:
“Kami menyatakan kebenaran ini adalah nyata, bahwa semua manusia diciptakan sederajat, bahwa mereka dianugerahi oleh Sang Pencipta dengan hak-hak yang tidak dapat dihapuskan, di anta- ranya yaitu Kehidupan, Kebebasan, dan mengejar Kebahagiaan. —Bah- wa untuk mendapatkan hak-hak ini, Pemerintah dibentuk dari Rak- yat, memperoleh kekuasaan mer- eka dari persetujuan mereka yang diperintah, —Bahwa kapan pun Bentuk Pemerintahan menghancur- kan tujuan itu, masyarakat berhak untuk mengganti atau menghapus- kannya dan membentuk Pemerintah- an baru, meletakkan landasan pada prinsip-prinsip semacam itu dan mengatur kekuatannya sedemikian rupa yang akan sangat memengaruhi Keselamatan Kebahagiaan mereka.”
 Jefferson mengaitkan prinsip Locke secara langsung de- ngan situasi yang dihadapi koloni. Berjuang bagi kemerdekaan Ameri- ka sama dengan berjuang bagi pemerintahan berdasarkan ke- sepakatan bersama, menggantikan pemerintahan kerajaan yang telah “bersatu dengan yang lain untuk menundukkan kami dalam yuris- diksi yang asing bagi konstitusi kami dan tidak diakui oleh hukum kami...” hak asasi untuk hidup, be- bas dan mencari kebahagiaan hanya dapat dilangsungkan dalam pemer- intahan berdasarkan kese-pakatan 
bersama. jadi, berjuang demi ke- merdekaan Amerika sama dengan berjuang demi hak asasi masing- masing. 
⦁    Kekalahan Dan Kemenangan 
Walaupun Amerika menderita kemerosotan hebat beberapa bu- lan setelah mendeklarasikan ke- merdekaan mereka, keteguhan hati dan kegigihan mereka pada akhirnya membuahkan hasil. Pada Agustus 1776, dalam Pertempuran Long Island, New York, posisi Washington semakin tak tergoyah- kan dan ia menjalankan penarikan mundur dengan ahli menggunakan kapal-kapal kecil dari Brooklyn ke pantai manhattan. Dua kali jendral Inggris William howe ragu-ragu dan membiarkan pihak Amerika lo- los. Namun, pada November howe menyandera Benteng Washington di kepulauan manhattan. New York City masih berada di bawah kontrol Inggris hingga perang berakhir. Desember itu tentara Washing- ton nyaris ambruk, sebab perbeka- lan dan bantuan yang dijanjikan gagal terwujud. Lagi-lagi howe ke- hilangan kesempatan menghancur- kan tentara Amerika dengan me- mutuskan untuk menunggu sampai musim semi untuk melanjutkan pertempuran. Pada Natal 25 De- sember 1776, Washington menye- berangi Sungai Delaware, di utara trenton, New jersey. Dini hari be- soknya, tentaranya mengejutkan garnisun Inggris di sana, dan ber-
hasil menawan lebih dari 900 orang. Seminggu setelahnya, pada 3 januari 1777, Washington menyerang Ing- gris di Princeton, merebut kembali hampir semua teritori yang tadinya diduduki Inggris. kemenangan di trenton dan Princeton memulih- kan semangat Amerika yang sempat lesu. Namun pada September 1777 howe mengalahkan tentara Amerika di Bran- dywine, Pennsylvania dan memaksa pembubaran kongres kontinental. Washington harus bertahan dalam musim dingin yang pahit pada 1777- 1778 di Lembah Forge, Pennsylva- nia, kekurangan pangan, pakaian, dan perbekalan. Petani dan peda- gang menukarkan barang mereka dengan emas dan perak Inggris daripada uang kertas mencurigakan yang dikeluarkan oleh kongres kon- tinental dan negara. Lembah Forge merupakan ke- munduran terparah bagi tentara kontinental Washington, tetapi di sisi lain, tahun 1777 terbukti men- jadi titik balik perang. jendral Inggris john Burgoyne, pindah ke selatan dari kanada, berusaha menginva- si New York dan New england le- wat Danau Champlain dan Sungai hudson. Ia membawa terlalu banyak peralatan berat untuk melalui tanah rawa dengan pepohonan padat itu. Pada 6 Agustus, di Oriskany, New York, Burgoyne memobilisasi se- jumlah kaum Loyalis dan Pribumi Amerika namun pasukan Amerika yang lebih berpengalaman ber- hasil menghentikan serangan me- reka. Beberapa hari kemudian di 
Bennington, Vermont, semakin banyak pasukan Burgoyne, yang mencari perbekalan paling vi- tal, didesak mundur oleh tentara Amerika. Pasukan Burgoyne pindah ke sisi barat Sungai hudson dan menyerang Albany. Serdadu Ameri- ka sudah menunggunya. Di bawah pimpinan Benedict Arnold—yang nantinya mengkhianati Amerika di West Point, New York—tentara kolo- nial berhasil memukul mundur Inggris hingga dua kali. karena mengalami kekalahan telak, Burgoyne mundur ke Saratoga, New York, tempat pa- sukan Amerika yang sangat unggul di bawah kepemimpinan jendral horatio Gates mengepung pa- sukan Inggris. Pada 17 Oktober 1777, Burgoyne menyerahkan seluruh pasukannya—enam jendral, 300 perwira lainnya dan 5.500 bintara. 
⦁    Aliansi Perancis - Amerika 
Di Perancis, antusiasme  mengenai kasus Amerika cukup tinggi: dunia intelektual Perancis sendiri mulai ber- golak melawan feodalisme dan hak istimewa. Namun kerajaan mem- berikan dukungannya kepada koloni lebih aas alasan geopolitik daripada ideologi: pemerintah Perancis sudah lama menginginkan pembalasan dendam terhadap Inggris raya se- jak kekalahan Perancis pada 1763. Untuk lebih membantu Amerika, Benjamin Franklin dikirim ke Paris pada 1776. kecerdasan, kelihaian dan kemampuan intelektualnya segera 
membuat kehadiran mereka terasa di ibukota Perancis dan memainkan peranan besar dalam memperoleh bantuan Perancis. Perancis mulai membantu kolo- ni pada mei 1776, ketika mereka mengirim 14 buah kapal bermuatan perlengkapan perang ke Amerika. Faktanya, kebanyakan mesiu yang digunakan tentara Amerika ber- asal dari Perancis. Setelah keka- lahan Inggris raya di Saratoga, Perancis melihat kesempatan un- tuk melemahkan musuh lamanya dan mengembalikan keseimbangan kekuatan yang diruntuhkan oleh Perang tujuh tahun (disebut Pe- rang Perancis dan Indian di kolo- ni Amerika). Pada 6 Februari 1778, koloni dan Perancis menanda- tangani traktat Perdamaian dan Perdagangan, di mana Perancis mengakui Negara Perserikatan dan menawarkan kontrak dagang. me- reka juga menandatangani traktat Persekutuan, dengan syarat apabila Perancis turut berperang, tidak satu pun dari mereka yang akan meletak- kan senjatanya hingga koloni terse- but meraih kemerdekaannya, tidak ada yang mengadakan perdamaian dengan Inggris raya tanpa persetu- juan yang lainnya, dan masing-ma- sing pihak menjamin hak milik pihak lain di Amerika. Inilah satu- satunya traktat pertahanan bilateral yang ditandatangani Negara Serikat ataupun penerusnya hingga pada 1949. Persekutuan Perancis-Amerika segera memperluas konflik. Pada juni 1778 kapal Inggris menem-
baki kapal laut Perancis, dan kedua negara pun berperang. Pada 1779 Spanyol, yang berharap bisa mere- but kembali wilayahnya yang dicap- lok Inggris raya pada Perang tujuh tahun, turut berperang sebagai se- kutu Perancis, tetapi tidak sebagai sekutu Amerika. Pada 1780 Inggris raya mendeklarasikan perang ter- hadap Belanda karena tetap melan- jutkan hubungan dagangnya de- ngan Amerika. kombinasi kekuatan eropa ini, dipimpin oleh Perancis, menjadi ancaman yang lebih besar bagi Inggris raya daripada koloni Amerika itu sendiri. 
⦁    Inggris Pindah Ke Selatan 
Dengan terlibatnya Perancis, Inggris meningkatkan kampanye mereka di koloni Selatan kare- na masih yakin warga Selatan adalah kaum Loyalis. Peperangan dimulai pada akhir 1778, dengan menguasai Savannah, Georgia. tak lama setelahnya, serdadu dan angkatan laut Inggris berkum- pul di Charleston, South Carolina, pelabuhan utama di Selatan. mereka berhasil menahan pasukan Amerika di semenanjung Charleston. Pada 12 mei 1780, jendral Benjamin Lincoln menyerahkan kota beserta 5.000 pasukannya, kekalahan terbesar Amerika sepanjang peperangan. tetapi perubahan keberun- tung-an malah meningkatkan pemberontakan warga Amerika. Warga South Carolina mulai menje- lajahi daerah pedesaan, menyerang 
jalur pasokan Inggris. Pada juli, jendral Amerika, horatio Gates yang telah membentuk pasukan cadangan yang terdiri atas milisi yang tidak terlatih, bergegas menu- ju Camden, South Carolina, untuk menyerang pasukan Inggris yang dipimpin oleh jendral Charles Corn- wallis. tetapi pasukan cadangan Gates panik dan melarikan diri ketika diserang oleh serdadu terlatih Ing- gris. Serdadu Cornwallis berhadapan dengan serdadu Amerika beberapa kali lagi, tetapi pertempuran paling signifikan terjadi di Cowpens, South Carolina, pada awal 1780, di mana tentara Amerika mengalahkan Inggris dengan telak. Setelah pengejaran melelahkan dan tidak membuahkan hasil di North Carolina, Cornwallis mengalihkan perhatiannya ke Virginia. 
⦁    Kemenangan Dan Kemerdekaan 
Pada juli 1780, raja Perancis Louis XVI mengirim pasukan ekspedisi berjumlah 6.000 orang ke Amerika di bawah pimpinan Comte jean de rochambeau. Selain itu, armada perang Perancis menyerang kapal Inggris dan memblokade bala ban- tuan serta perbekalan tambahan bagi pasukan Inggris di Virginia. Angkatan darat dan angkatan laut Perancis dan Amerika yang ber- jumlah 18.000 orang, bolak-balik beradu senjata dengan Cornwallis selama musim panas hingga musim gugur. Akhirnya, pada 19 Oktober 1781, setelah terjebak di Yorktown di dekat muara teluk Chesapeake, 
Cornwallis menyerahkan angkatan daratnya yang beranggotakan 8.000 tentara Inggris. Walaupun kekalahan Cornwal- lis tidak segera menuntaskan per- ang yang terus berlangsung tanpa kejelasan selama hampir dua ta- hun, pemerintah Inggris yang baru memutuskan untuk menawarkan negosiasi damai di Paris pada awal 1782. Pada saat itu Amerika diwakili oleh Benjamin Franklin, john Ad- ams dan john jay. Pada 15 April 1783, kongres menyepakati traktat terakhir. Ditandatangani pada 3 September, traktat Paris mengakui kemerdekaan, kebebasan dan ke- daulatan penuh 13 negara bagian yang dulunya disebut koloni. Negara Serikat yang baru terentang ke barat sampai Sungai mississipi, ke utara sampai kanada dan ke selatan sampai Florida, yang dikembalikan ke Spa- nyol. koloni muda yang disebut-se- but oleh richard henry Lee lebih dari tujuh tahun lalu akhirnya menjadi “negara yang bebas dan merdeka.” masih tersisa tugas mera- ut kesatuan sebuah bangsa.
⦁    Arti Penting Revolusi Amerika
Revolusi Amerika punya arti penting melampaui benua Amerika Utara. hal ini menarik perhatian para intelektual politik di seluruh eropa. Idealis terkemuka seperti thaddeus kosciusko, Friedrich von Steuben dan marquis de Lafayette menjadi pen- dukungnya untuk mengukuhkan gagasan yang mereka harap dapat diterapkan di negara mereka masing-masing. kesuksesan revolusi Amerika memperkuat konsep hak alami di seluruh dunia Barat dan memperluas kritikus rasionalis pencerahan tentang tatanan kuno yang dibangun berlandaskan monarki yang diwariskan dan gereja yang mapan. 
Dalam kenyataannya, hal ini merupakan cikal-bakal revolusi Perancis, tetapi tidak mencapai tingkat kekejaman dan kekacauan seperti revolusi Perancis karena terjadi di dalam masyarakat yang sudah menganut liberalisasi. Gagasan revolusi paling sering digambarkan sebagai kemenangan teori kontrak sosial/hak asasi john Locke. Walaupun sejauh ini pernyataan itu benar, karakterisasi ini terlalu cepat bagi kelanjutan dari kepentingan kaum Protestan penentang Calvinis, di mana kaum Pilgrim dan Puritan juga mendukung gagasan kontrak sosial dan komunitas pemerintahan otonomi. Intelektual penganut aliran Locke dan pendeta Protestan menjadi pendukung penting dalam ketegangan liberalisme yang tumbuh subur di koloni Inggris di Amerika Utara. Cendekiawan juga mendebat bahwa ada pendekatan lain yang berkontribusi dalam revolusi: “republikanisme.” mereka menyatakan bahwa republikanisme tidak menyangkal kehadiran hak asasi tetapi menurunkan derajat mereka di bawah kepercayaan bahwa pemeliharaan republik yang bebas membutuhkan tanggung jawab sosial yang kuat dan menumbuhkan sikap non-egoistis di antara para pemimpinnya. jaminan hak individu, bahkan pengejaran kebahagiaan individu, malah terlihat egois. 
republikanisme sempat mengancam akan menyingkirkan hak asasi sebagai tujuan utama revolusi. Namun kebanyakan sejarawan masa kini mengakui bahwa perbedaan itu terlalu dibesar-besarkan. kebanyakan individu berpikir seperti itu pada abad ke-18 membayangkan kedua gagasan tersebut lebih sebagai dua sisi koin intelektual yang sama. revolusi biasanya diikuti kekerasan dalam skala besar. menurut kriteria ini, re-volusi Amerika dianggap relatif tenang. Ada sekitar 100.000 kaum Loyalis meninggalkan Negara Serikat yang baru. Beberapa ribu di antaranya merupakan anggota elite lama yang mengalami penyitaan properti dan digusur; yang lain adalah masyarakat biasa yang setia pada raja mereka. mayoritas mereka yang dikucilkan melakukan hal ini secara sukarela. revolusi ini memang membuka dan semakin meliberalisasi masyarakat yang memang sudah liberal.
 Di New York dan Carolina, estate luas kaum Loyalis dibagi-bagi di antara para petani kecil. Asumsi liberal menjadi norma sosial dalam kultur politik Amerikabaik dalam merombak Gereja Anglikan, prinsip pemilihan eksekutif nasional dan negara, atau ketidaksukaan meluas akan gagasan kebebasan individu. meski demikian, struktur masyarakat nyaris tidak berubah. Baik ada revolusi atau tidak, kebanyakan masyarakat tetap aman dalan kehidupan, kemerdekaan, dan kepemilikan mereka.


BAB III 
PENTUP
⦁    Kesimpulan
Perang Revolusi Amerika Serikat (1775–1783), Perang Kemerdekaan Amerika Serikat, atau Perang Revolusi saja di Amerika Serikat, berawal sebagai sebuah perang antara Kerajaan Britania Raya dan Amerika Serikat yang baru berdiri, namun perlahan menjadi perang global antara Britania di satu sisi dan Amerika Serikat, Perancis, Belanda, dan Spanyol di sisi lainnya. Perang ini dimenangkan oleh Amerika Serikat dengan hasil yang bercampur dengan kekuatan lainnya.
Kolonis Amerika Serikat membentuk Kongres Kontinental yang bersatu dan pemerintahan bayangan di setiap koloni, meski pada awalnya masih setia kepada Raja. Pemboikotan Amerika Serikat terhadap teh Britania yang terkena pajak mendorong terjadinya peristiwa Pesta Teh Boston tahun 1773, yang merupakan penghancuran muatan teh kapal Britania. London menanggapinya dengan mengakhiri pemerintahan mandiri di Massachusetts dan meletakkannya di bawah kendali pasukan Britania dengan Jenderal Thomas Gage sebagai gubernurnya. Pada bulan April 1775, Gage mengetahui bahwa persenjatan sedang dikumpulkan di Concord, dan ia mengirimkan tentara britania untuk merampas dan menghancurkannya. 
Pada tahun 1783, Traktat Paris mengakhiri perang dan mengakui kedaulatan Amerika Serikat atas teritori yang secara kasar dikelilingi oleh wilayah yang saat ini menjadi Kanada di utara, Florida di selatan, dan Sungai Mississippi di barat. Perdamaian dalam tingkat internasional disetujui yang diikuti serangkaian pertukaran teritori.





⦁    Saran 
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam tugas makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya pengetahuan dan kekurangan rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah yang kami susun tersebut. Kami selaku penulis banyak berharap para pembaca sudi memberika kritik dan saran yang tentunya membangun kepada kami, demi mencapainya kesempurnaan dalam  makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kami dan pada khususnya seluruh pembaca makalah ini. Saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi perbaikan makalah ini. Bagi para pembaca dan rekan-rekan lainnya, jika ingin menambah wawasan dan ingin mengetahui lebih jauh maka kami mengharapkan dengan rendah hati agar membaca buku-buku ilmiah.



                                                              DAFTAR PUSTAKA
BUKU: 
Alonzo L. Hamby. 2005. Garis Besar Sejarah Amerika Serikat. Amerika: Biro Program Informasi Internasional Departemen Luar Negeri A.S.
Rengganis Ratna. 2013. Sosok di Balik Perang. Jakarta: Raih Asa Sukses 
Soebantardjo. 1962. Sari Sedjarah Eropa-Amerika. Jogjakarta: Bopkri
INTERNET:
http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Revolusi_Amerika_Serikat
http://syaharuddin.wordpress.com/2009/04/15/perang-kemerdekaan-amerika 1776-1783/
Share:

Sejarah Jepang Tidak Menyerah Karena Bom Atom (Jepang Had Given Up Not Because Atom Bomb)

Ternyata Bukan Karena Bom Atom, Jepang Menyerah

    Ternyata bukan karena Bom Atom yang
                 

               Buat Jepang Menyerah 


Jepang
 mengulang seruan untuk dimusnahkannya senjata nuklir dari dunia, dalam peringatan 70 tahun serangan bom atom di Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan Nagasaki pada 9 Agustus 1945.Hawa kematian dan kehancuran, dampak ledakan senjata pemusnah massal di dua kota itu, menjadi peringatan tentang ancaman yang luar biasa mengerikan, sebagai akibat penggunaan senjata nuklir.Seperempat juta manusia tewas sebagai akibat langsung dan tidak langsung, dua ledakan bom atom yang segera disusul dengan berakhirnya Perang Dunia II, ditandai menyerahnya Jepang pada Sekutu.
Dikutip dari situs berita boston.com pada Minggu, 9 Agustus 2015, selama tujuh dekade publik Amerika Serikat (AS) menerima satu versi cerita, seputar kekalahan dan menyerahnya Jepang tanpa syarat.Nazi Jerman menyerah lebih dari tiga bulan sebelum bom atom Hiroshima dan Nagasaki, hingga seolah masuk akal untuk menyebut tidak ada lagi harapan bagi Jepang, untuk memperoleh kemenangan.Tapi sejarawan yang sangat dihormati dari Universitas California, Tsuyoshi Hasegawa, mengatakan bukan bom atom Hiroshima dan Nagasaki, yang memaksa Jepang menyerah.
Setelah bertahun-tahun pertempuran di Pasifik, angkatan laut dan udara Jepang dihancurkan, produksi peralatan perang tersendat, Jepang tidak mampu menyaingi industri militer AS, dan rakyatnya kelaparan.Invasi berskala penuh ke Jepang akan menyebabkan kehancuran lebih besar, tapi para pemimpin jepang disebut tetap menolak untuk menyerah. “Hasegawa merubah pemikiran saya,” kata Richard Rhodes, penulis “The Making of Atomic Bom.”Pada tesis Hasegawa, deklarasi perang Uni Soviet yang sesungguhnya memaksa Jepang menyerah. Operasi Downfaall yang dirancang AS, adalah rencana invasi dengan mengerahkan lebih dari 700.000 pasukan ke Kyushu.
Dipastikan bakal terjadi pembantaian besar-besaran, jika itu terlaksana. Tapi militer Jepang terdiri dari para pejuang, yang selain terlatih juga dikenal disiplin, memiliki tekad bertempur hingga mati.Banyaknya korban tewas akibat bom Hiroshima, tidak membuat gentar pemimpin Jepang. Fakta yang memperkuat tesis Hasegawa, adalah instruksi untuk meruncingkan bambu, bersiap menghadapi serangan marinir AS di pantai.Berdasarkan jumlah korban tewas dan dampak strategis, bom atom di Hiroshima tidak lebih buruk dari serangan AS yang menghancurkan 60 kota-kota Jepang, termasuk ibukota Tokyo, dalam beberapa hari serangan pada Maret 1945.
Sebanyak 330 pesawat pembom B-29 dikerahkan untuk menghujani Tokyo dan kota-kota Jepang lainnya dengan ribuan ton bom, menewaskan sedikitnya 100.000 jiwa dan jutaan orang kehilangan tempat tinggal.Jika hancurnya ibukota tidak membuat Jepang menyerah, maka tidak juga dengan hancurnya Hiroshima dan Nagasaki. Semangat pemimpin dan militer Jepang tetap berjuang melawan hingga akhir. Hasegawa dan beberapa ahli sejarah lainnya, menunjukkan bahwa para pemimpin Jepang sangat sadar dengan posisi sulit mereka, tapi mereka masih berharap pada upaya meyakinkan Uni Soviet yang sebelumnya bersikap netral di panggung Asia.
Mereka menghitung jika Stalin, mungkin bersedia menegosiasikan kesepakatan yang lebih menguntungkan, melalui pertukaran wilayah di Asia. Hingga Soviet akhirnya mengikuti keinginan AS, untuk mendeklarasikan perang pada Jepang, 8 Agustus 1945.Strategi Jepang runtuh seketika, setelah serangan mendadak dilakukan Tentara Merah terhadap tentara Jepang di Manchuria. Sulit bagi Jepang mempertahankan sistem kekaisaran, dengan invasi komunis Soviet.Keputusan yang dibuat kemudian, berdasarkan pertimbangan bahwa lebih baik menyerah pada Washington daripada Moskow. Benar atau tidak tesis Hasegawa, masih dapat diperdebatkan.Tapi perdebatan tidak sekaligus, dapat mengeliminasi fakta bahwa senjata nuklir adalah ancaman mengerikan, yang tidak semestinya boleh dipergunakan lagi, seperti dilansir dari laman Viva.co.id
Share:

Melihat Masa Keci Soekarno dan Soeharto (Seeing History of Childhood Sukarno and Soerharto)

Menengok Kisah Masa Kecil Sukarno dan Soeharto

Dua tokoh dengan pengalaman dan cara pemaknaan masa kecil yang berbeda.
Oleh: BONNIE TRIYANA
Sukarno dan Soeharto.
SELALU menarik untuk melihat bagaimana pengalaman masa kecil seorang tokoh, terutama ketika dia kelak menjelma menjadi seorang pemimpin bangsanya. Pada otobiografinya masing-masing, Sukarno dan Soeharto, pernah merefleksikan masa kecilnya dan memaknainya sendiri-sendiri.
Sukarno dalam Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia mengisahkan masa kecilnya yang lekat dengan ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai. Sosok ibu begitu kuat mempengaruhi pembentukan sikap masa kanak-kanaknya.
“...Aku tidak punya apa-apa di dunia ini selain daripada ibu, aku melekat kepadanya karena ia adalah satu-satunya sumber pelepas kepuasan hatiku,” kenang Sukarno dalam otobiografinya.
Sebagai anak yang hidup di kota kecil seperti Blitar, hiburan satu-satunya baginya adalah dongeng sang ibu tentang kepahlawanan leluhurnya melawan penjajahan Belanda.
“Ibu selalu menceritakan kisah-kisah kepahlawanan. Kalau ibu sudah mulai bercerita, aku lalu duduk di dekat kakinya dan dengan haus meneguk kisah-kisah yang menarik tentang pejuang-pejuang kemerdekaan dalam keluarga kami,” kata Sukarno.
Ida Ayu Nyoman Rai ibu kandung Sukarno adalah perempuan asal Bali. Dia bertemu jodoh dengan seorang pria Jawa, Raden Soekemi Sosrodihardjo (versi lain menyebut namanya Soekeni), ketika Soekemi bertugas sebagai guru di Singaraja. Dari pernikahan mereka lahir dua anak: Sukarmini dan Sukarno.
Sebagai guru, Soekemi selalu menyempatkan diri untuk mendidik Sukarno di rumahnya. Menurut Sukarno, ayahnya adalah guru yang keras yang selalu mengajarinya membaca dan menulis tanpa kenal lelah walau berjam-jam lamanya. “Hayo, Karno, hafal ini di luar kepala: Ha-Na-Ca-Ra-Ka....hayo, Karno, hafal ini: A-B-C-D-E... dan terus menerus sampai kepalaku yang malang ini merasa sakit,” kenang Sukarno.
Tak kalah menariknya adalah cara Sukarno merefleksikan siapa dirinya: sebagai seorang anak bangsawan yang terpanggil untuk memimpin rakyatnya. “Ibuku, Idayu, asalnya dari keturunan bangsawan. Bapak asalnya dari keturunan Sultan Kediri...merupakan suatu kebetulan ataupun suatu takdir padaku bahwa aku dilahirkan dalam lingkungan kelas yang berkuasa...pengabdianku untuk kemerdekaan rakyatku bukan suatu keputusan yang tiba-tiba. Aku mewarisinya,” ujar Sukarno.
Sementara itu Soeharto punya cara berbeda dari Sukarno dalam merefleksikan masa kecilnya. Misalnya dalam soal status sosial keluarganya. Kendati Sukirah, ibu kandungnya, masih ada hubungan dengan keraton Yogyakarta, Soeharto enggan menyebut dirinya sebagai priayi, bahkan menganggap pangilan “den”, kependekan dari kata “raden”, sebagai sebuah penghinaan.
“Saya ingat terus kepada seseorang yang jelek rupanya, merongos dan mengece, mencemooh saya.... ia mengajak teman-teman lain agar mengece (mengejek, red.) saya dengan sebutan den bagus tahi mabul (tahi kering, red.)...mengapa saya anak orang melarat dipanggil-panggil Den,” kenang Soeharto dalam otobiografinya, Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya.
Kegembiraan masa kecil Soeharto, sebagaimana dituturkannya sendiri, terjadi ketika ayahnya datang menjenguk Soeharto dan menghadiahinya seekor kambing. “Bukan main senangnya,” kata dia.
Ayah Soeharto, Kertosudiro, bekerja sebagai ulu-ulu (petugas pengatur pengairan). Kertosudiro yang duda menikah dengan Sukirah, ibu kandung Soeharto. Namun tak lama setelah Soeharto lahir, pasangan tersebut bercerai. Soeharto diasuh oleh kakek dan neneknya. Pada usia empat tahun, Soeharto kecil kembali diasuh oleh ibunya, yang telah menikah lagi.
Sebagai anak dari keluarga yang bercerai, Soeharto hidup berpindah-pindah dari satu keluarga asuh, ke keluarga asuh lainnya. Setelah masa kecilnya diasuh oleh kakek-neneknya, kemudian kembali ke ibunya, Soeharto diambil oleh Kertosudiro dan dititipkan kepada adik perempuannya. Di rumah bibinya di Wuryantoro itu, Soeharto tinggal selama setahun dan kemudian kembali diasuh oleh ibu kandungnya di Kemusuk. Setelah setahun tinggal bersama ibunya, dia kembali ke Wuryantoro, di bawah asuhan keluarga bibinya.
Soeharto kerap memposisikan dirinya sebagai anak yang tersisihkan. Salah satu kisah yang dituturkan dalam otobiografinya adalah saat dia urung diberi baju buatan mbah buyutnya karena baju itu malah diberikan pada sepupunya. “Mas Darsono sebetulnya anak orang kaya, anak kakak ibu saya. Tetapi kok yang diberi surjan itu malah cucu mbah yang sudah mempunyai baju. Saya merasa nista. Saya nelangsa, sedih sekali,” kata Soeharto.
Pemimpin Umum jurnal Prisma Daniel Dhakidae tertarik utuk melihat perbedaan refleksi masa kecil dari kedua tokoh itu. Menurutnya, cara Sukarno merefleksikan masa kecil dan mencitrakan dirinya menjelaskan kadar kesadaran dia tentang peran apa yang harus dilakukan dalam hidupnya.
“Sukarno tidak pernah membicarakan soal harta dalam otobiografinya. Yang dia bicarakan hanya ide. Dia betul-betul punya kesadaran tentang takdirnya, apa yang harus dia perbuat untuk orang banyak,” kata Daniel.
Pada titik itulah terdapat perbedaan besar antara Sukarno dan Soeharto dalam memandang laku hidup yang kelak harus dipikulnya. Soeharto, kata Daniel, selalu mengenang masa kecilnya dengan sesuatu hal yang berhubungan dengan kepemilikan.
“Soeharto selalu bercerita kisah masa kecilnya tentang having, memiliki sesuatu. Tentang ayahnya mantri air punya tanah garapan (lungguh, red.), tentang berapa kambing yang dia punya. Sedangkan Sukarno tidak pernah ngomong harta. Benar-benar dia bicara tentang kesadaran memimpin, dia berasal dari rulling family (keluarga penguasa, red.) membawa bangsa ini kepada suatu cita-cita besar,” kata penulis bukuCendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru itu.
Sejarawan Asvi Warman Adam menggunakan pendekatan psikohistoris dalam menelaah refleksi masa kecil Sukarno dan Soeharto. Menurut peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu, kehidupan masa kecil mereka berdampak pada kehidupan mereka selanjutnya.
“Saya lihat Sukarno tidak mempunyai persoalan dengan masa kecilnya. Sementara Soeharto (masa kecilnya) tidak bahagia. Jadi saya kira aspek dia (Soeharto, red.) tidak memliki sesuatu pada masa kecilnya dan dia ingin memiliki sesuatu walaupun dengan alasan demi prajurit, walaupun berdampak juga pada dia,” ujar Asvi memberi contoh kasus penyelundupan gula semasa Soeharto jadi Panglima Kodam Diponegoro di Semarang.
Tidak mengherankan jika pada masa berkuasanya, Sukarno banyak melontarkan ide-ide besar kendati kerap dituduh menjalankan politik mercusuar. Sementara itu Soeharto lebih berkutat pada problem-problem keseharian rakyat, seperti pasokan pangan, walaupun atas nama itu pula dia ciptakan stabilitas yang kerapkali membungkam kebebasan.
Share:

Pernikahan Revolusi Bung Karno (Revolusion Marriage From Indonesian)

Perkawinan Revolusi

Bung Tomo merasa bersalah menikah di saat revolusi kemerdekaan. Dia dan istrinya harus mematuhi perjanjian.
Oleh: Hendri F. Isnaeni
  


Pernikahan Soetomo (Bung Tomo) dengan Sulistina pada 19 Juni 1947. 
Foto: repro buku "Bung Tomo Suamiku" karya Sulistina Soetomo.
DI masa revolusi, para pemuda menempatkan perjuangan mempertahankan kemerdekaan (1945-1949) di atas kepentingan diri sendiri. Revolusi menuntut pengorbanan segala-galanya, termasuk perkawinan sebagai “kenikmatan” pribadi. Tak heran jika mereka kerap jengkel melihat iklan-iklan perkawinan dan pertunangan di suratkabar.
“Mereka berpendapat bahwa perkawinan dan pertunangan bertentangan dengan sifat revolusi yang menjadi-jadi,” tulis Soe Hok Gie dalam Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan.
Sorotan pun dialamatkan kepada Bung Tomo, tokoh pemuda dan penyulut semangat pertempuran Surabaya, ketika hendak menikah di masa revolusi. Muncul pro dan kontra. Ada yang menyayangkan mengapa Bung Tomo tidak konsekuen dengan janjinya untuk tidak menikah sebelum perjuangan selesai.
“Kami dapat menerima kekecewaan ini,” kata Sulistina dalam Bung Tomo Suamiku, “tetapi tak dapat menjelaskan secara pribadi apa yang menjadi pertimbangan pernikahan kami.”
Sejatinya, Bung Tomo juga memiliki perasaan bersalah. Untuk itu, dia meminta izin dan persetujuan dari kelompok pemuda yang dipimpinnya, Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI).
Dalam iklan perkawinan Bung Tomo dengan Sulistina di harian Boeroeh, 16 Juli 1947, pucuk pimpinan BPRI menyetujui perkawinan itu pada 19 Juni 1947, dengan perjanjian: “Setelah ikatan persahabatan mereka diresmikan, mereka akan lebih memperhebat perjuangan untuk rakyat dan revolusi; meskipun perkawinan telah dilangsungkan, mereka tidak menjalankan kewajiban dan hak sebagai suami-istri sebelum ancaman terhadap kedaulatan negara dan rakyat dapat dihalaukan.”
Iklan tersebut, menurut Soe Hok Gie, memperlihatkan Bung Tomo merasa berdosa karena perkawinannya dilangsungkan di tengah suasana revolusi. Seolah-olah dia hanya mencari kenikmatan pribadi. Mereka kemudian berjanji tidak akan menjalankan hak dan kewajiban sebagai suami-istri sampai ancaman terhadap kedaulatan berakhir.
“Kami harus berjanji melaksanakan dengan patuh, syarat ini demi keselamatan negara,” kata Sulistina.
Menurut kepercayaan orang-orang tua, bila pemimpin pasukan atau negara menikah di masa perang, pantang baginya melakukan hubungan suami-istri selama 40 hari. Jika dilanggar akan ada medan perang yang dibobol musuh. “Entah dari mana tradisi itu, namun demi keselamatan negara kami berjanji akan mematuhi,” kata Sulistina.
Bung Tomo pun meyakini kepercayaan tersebut dan meminta kepada istrinya, “kita jalani puasa 40 hari ini ya. Demi keberhasilan perjuangan.” Sulistina mengangguk.
Akhirnya, masa puasa 40 hari itu berlalu. Sehari sebelumnya, Bung Tomo memberikan sebuah buku kepada istrinya: Kamasutra.
Share:

THE NEW HISTORY


Sejarah bukan hanya pelajaran yang cukup di pelajari tetapi dimaknai karena memiliki makna kehidupan yang mendalam bagi orang yang mempelajarinya. 


Pada abad ke -19, historiografi lebih menekankan terhadap individu dan para elit. Sejarawan Barat yang terkenal sebagai bapak sejarah modern yaitu Leopold von Ranke. Berkat karyanya “ A Critique of Modern Historical Writers”. Sejarah moden juga dikenal dengan sejarah kritis karena menekankan kritik dalam penulisan sejarah. Hal ini berkaitan dengan perubahan dari penggunaan sumber sejarah lama (kronik) ke penggunaan ‘arsip resmi pemerintah.[1] Di sini sejarawan mulai menggeluti arsip dan mengembangkan teknik-teknik yang semakin modernuntuk menilai reabilitydokumen-dokumen arsip. Hasil kerja sejarawan berupa fakta-fakta obyektif, mereka berpendapat bahwa historiografi mereka lebih obyektif dan ilmiah dibanding dari pada para pendahulunya. Tugas sejarawan adalah memaparkan fakta-fakta sejarah secara kronologis dan logis, dengan meminimalkan intrepertasi.[2] Munculnya ilmu sejarah modern ada korelasinya dengan munculnya ilmu-imu sosial seperti sosiologi, antropologi dan lain sebagainya. Hal ini dimaksud untuk menandaskan bahwa ilmu sejarah sebagai ilmu tersendiri yang berbeda dengan disiplin ilmu ilmu-ilmu lain.
Dalam perjalanannya sejarah modern dikenal sebagai sejarah konvensional dikarenakan obyek kajiannya fokus pada sejarah politik yang mementingkan orang besar. Sejarah adalah sejarahnya orang besar atau great man in history.  Sebagaimana anak zaman, sejarawan pada waktu itu mengisi panggung sejarah hanya para pembesar, raja, negarawan, jenderal perang.[3] Sejarah konvensional adalah tulisan sejarah yang menekankan pada proses terjadinya suatu peristiwa. Di dalamnya sudah tercakup pertanyaan 5W+1H ( who, what, when, where, why, dan how). Sejarah konvensional bersifat diskriptif-naratif. Ternyata teori Ranke itu mendapat mendapat kritikan dari sejarawan Amerika, Carl L Barker. Ia mengatakan bahwa pemujaan terhadap fakta dan pembedaan fakta keras (hard fact) dan fakta lunak (cold fact) hanya ilusi. Sejarah yang obyektif itu tidak ada, seperti halnya ternyata ilmu alam pun penuh ketidakpastian.[4]
Sejarah baru (New History) dimulai oleh sejarawan Amerika, James Harvey Robinson dan Carl L Becker. Sejarah baru, menekankan pentingnya ilmu-ilmu sosial. Sejarah ini dikenal dengan multidimensional, yaitu sejarah dengan menggunakan pendekatan multidimensional yang diambil dari konsep, paradigma, dan teori-teori ilmu sosial. Sejarah baru, menolak pembatasan sejarah konvensional yang hanya menekankan pada aktifitas politik, konstitusi, militer, sejarah baru memanfaatkan temuan ilmu-ilmu sosial tentang studi kemanusiaan. Sejarah baru, disebut sejarah ilmiah (scientific history) atau sejarah sosial ilmiah dan kalau semua aspek dipresentasikan disebut sejarah total. Gagasan awal Robinson adalah bahwa arti luas dari sejarah sesungguhnya termasuk semua jejak dan semua yang ditinggalkan manusia. Pakar antropologi, sosiologi, psikologi ekonomi telah menemukan beberapa butir yang sangat penting bagi perkembangan sejarah dan dianggap berguna untuk mengaktualisasikan keaslian, kemajuan dan prospek sejarah masa depan. Perkembangan ilmu sosial yang revolusioner yang terjadi, maka sejarah harus mengikuti agar tidak ketinggalan . gagasan sejarah yang anarkis dan cirinya yang khas harus ditinggalkan.[5]
Ciri khas sejarah sosial ilmiah, dalam bukunya suhartono, teori dan metodologi sejarah menyebutkan antara lain untuk menghasilkan sejarah kolektif, sejarawan sejarah sosial ilmiah mencoba untuk menceritakan dan memahami pola-pola perilaku kolektif dalam arti konsep teoritis dan model, dan percaya sepenuhnya pada perbandingan. Tidak dapat dipungkiri bahwa semua ilmu mempunyai kandungan sejarahnya, artinya dimana-mana dan disetiap cabang ilmu, sejarah melekat di setiap disiplin ilmu, sebaliknya sejarah memanfaatkan perkembengan ilmu sosial. Artinya keduanya saling melekat dan mengutungkan. Unsur diakronis sejarah akan menjadi makin kaya dengan sumbangan unsur sinkronis dari ilmu sosial[6]. Dalam perkembangan ilmu sosial, sejarah tertarik untuk mengikuti perkembangan ilmu itu, terutama setelah kelompok annales di Prancis mengembangkan sejarah sosial.[7]
Sekarang sejarah dilihat bukan dari atas, tetapi berkembang mengetengahkan peran orang kecil, wong cilik, rakyat. Rakyat kecil yang teridentifikasi menjadi beberapa kelompok seperti petani, buruh, pedagang(kecil), nelayan, seniman(kecil) mulai dilihat perannya dalam sejarah.[8]Mereka menduduki struktur bawah, akan tetapi sebenarnya perannya dapat lebih tinggi dalam menopang kehidupan pusat pemerintahan. Sejarah diisi oleh semua lapisan masyarakat, maka dari itu sejarah petani (peasant history), sejarah buruh (labor history), mulai banyak diminati, bukan monopoli orang besar saja, tetapi kawulo alit pun berhak dijelaskan dalam sejarah.[9] The New History, sejarah sosial baru di indonesia pertama kali diperkenalkan  oleh Sartono Kartodirjo pada tahun 1960-an dengan disertasinya “ Peasant Revolt of Banten in 1888”, ia memperkenalkan dan kemudian mengembangkan sejarah sosial. Petani di Banten yang menghadapi pemerintah kolonial melakuakan gerakan pembebasan atau pemberontakan melawan pemerintah kolonial. Gerakan petani itu didekatinya lewat pendekatan multidimensional.
Pendekatan monodimensi dianggap kurang mampu menjelaskan persoalan yang multikompleks. Maka dari itu kompleksitas persoalan harus didekati secara multidimensional. Pendekatan konvensional dapat dikatakan kering dan tidak explanable. Pendekatan baru untungnya karena berbagai dimensi disoroti meski setiap dimensi tidak sama kuatnya. Ternyata sejarah lama (old history) yang konvensional berbeda dengan sejarah baru (new history). Historiografi sejarah lama cakupannya terbatas, sedangkan yang baru lebih luas karena menggunakan konsep analisis ilmu sosial.
Perbedaan[10]
Old History
New History
Sejarah konvensional, tradisional, total history
Sejarah ilmiah, sejarah sosial ilmiah
Tekanan pada peristiwa
Problema atau masalah
Ruang terbatas pada pengalaman aspek manusia masa lalu
Luas, meliputi semua kehidupan
Tema terbatas politik dan ekonomi
Luas, beragam dengan jenis-jenis sejarah baru
Pelaku sejarah orang besar
Semua lapisan masyarakat
Penjelasan deskriptif-naratif
Analitis kritis
Tanpa pendekatan ilmu sosial, monodisipliner
Interdisipliner, multidimensional

Pendekatan ilmu sosial dalam sejarah memang sudah menjadi komitmen Prof. Sartono sejak tahun 1960-an. Ilmu sosial dengan multidimensionalitasnya adalah pegangan dalam penelitian sejarah Indonesia. Menurut Prof. Suhartono, sementara suara sumbang mengatakan bahwa pendekatan multidimensional itu gagal. Kegagalan itu diperkirakan karena distorsi yang disebabkan generasi penerus kurang dapat memahami multidimensionalitas yang terlalu luas dan dalam, pembahasan dan bahannya. Ia menduga bahwa multidimensionalitas tidak gagal dalam historiografi Indonesia, tetapi generasi pewarisnya. Pewarisnya sendiri tidak berhasil menunjukan ciri baru sebagai pewaris historiografi sebelumnya. Banyak sejarawan tersebar di universitas-universitas di nusantara ini menekuni sejarah sosial. Hanya disayangkan karena semangatnya mereka hanya mencantumkan label pendekatan multidimensional. Sedangkan isinya konvensional.   
Selain itu hubungan sejarah dengan ilmu-ilmu sosial sangatlah dekat, artinya terjadi korelasi timbal balik antar keduanya. Kalau dilihat dari jenis dan lingkup keilmuannya memiliki perbedaan hakiki. Namun, perbedaan itu dapat dikombinasikan sesuai dengan keburuhan.

Perbedaan Ilmu Sejarah dan Ilmu Sosial.[11]
Ilmu Sejarah
Ilmu-ilmu sosial
Masa lampau
Masa kini
Temporal-spasial
Atemporal-aspasial
Diakronik
Sinkronik
Ideografik
Monotetik
Partikularistik
Generalistik
Sekali terjadi
Berulang kali terjadi
Tidak teratur
Teratur
Tidak dapat dikaji ulang
Dapat dikaji ulang
Tidak untuk diprediksi
Dapat untuk diprediksi

Didalam sebuah lingkaran ilmu, sejarah ada ditengah ilmu-ilmu sosial. Diantara ilmu sosial tersebut yang paling dekat dengan sejarah adalah sosiologi, antropologi, politikologi, ekonomi dan lain sebagainya. Sejarah ada ditengah-tengah ilmu sosial membahas perubahan, konflik, revolusi, peradaban, penjelajahan dan isme-isme. Sejarah bergulat makin mempunyai wawasan untuk dikerjakan terutama problem dan konsep. Sebaliknya ilmu-ilmu sosial juga memanfaatkan sejarah , event dan proses. Dengan kata lain, sejarah terhindar dari kompartementalisasi.[12]

Dafar Pustaka
Kartodirjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia.
Rochmat, Saefur. 2007. Pengantar Ilmu Sejarah (diktat Kuliah). Yogyakarta: UNY.
W Pranoto, Suhartono. 2010.  Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu.


[1]        Saefur Rochmat, Pengantar Ilmu Sejarah (diktat kuliah),( Yogyakarta:UNY, 2007),.  hal. 19.
[2]        ibid
[3]        Suhartono, Teori dan Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal. 121
[4]        Saefur Rochmat,. op. cit. hal. 21
[5]        Suhartono(2010), op. cit., hal. 123.
[6]        ibid,. hal. 125
[7]        ibidannales d’histoire sociale economique, mereka mengajak tidak hanya mempelajari ilmu sendiri tetapi juga ilmu lain. Lihat juga Suhartono (2010), hal. 122.
[8]        ibid.,
[9]        Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: Gramedia, 1992). hal. 183-194.
[10]        Suhartono,.op.cit. hal. 131.
[11]        Sartono Kartodirjo,. op.cit,. hal. 183-194.
[12]        Suhartono, op. cit., hal. 132.
Share:

History is Never Dead

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Recent

About Us

Random